TANJUNG SELOR, Bacafakta.id – Aktivitas kapal trol dan pukat kurau yang sudah bertahun-tahun beroperasi di wilayah perairan Kabupaten Bulungan kian meresahkan. Kapal tangkap skala besar itu kerap masuk hingga ke Muara Sembengawan dan Sungai Bara, dua kawasan yang menjadi sumber mata pencaharian utama nelayan kecil.
Nelayan tradisional mengungkapkan, praktik penggunaan pukat kurau selain merusak ekosistem laut, juga berdampak langsung pada menurunnya hasil tangkapan mereka.
“Kalau pukat ini terus beroperasi, ikan semakin sulit didapat. Kami yang menggunakan alat tangkap tradisional makin rugi,” keluh salah seorang nelayan.
Para nelayan menegaskan, hasil tangkapan mereka kini menurun drastis karena ikan-ikan di kawasan tersebut disapu habis oleh kapal pukat besar. “Ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Kami nelayan lokal jelas dirugikan,” tambahnya.
Padahal, aturan tegas telah melarang penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 dengan jelas melarang penggunaan trawl (pukat hela) dan seine nets (pukat tarik) di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Aturan ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang bahkan mengatur sanksi pidana hingga penjara bagi pelanggar.
“Kalau nelayan kecil menggunakan alat tangkap tradisional, ekosistem tetap lestari. Tapi kalau pukat kurau masuk, satu hamparan laut bisa habis disedot. Ini bukan hanya merugikan ekonomi kami, tapi juga merusak ekosistem,” tegas nelayan lainnya.
Hingga kini, nelayan menilai belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun instansi terkait, baik di Bulungan maupun di tingkat Pemprov Kaltara. Mereka mendesak pemerintah segera menutup akses kapal trol dan pukat kurau masuk ke perairan Bulungan serta menindak tegas para pelanggarnya.(fakta).
Discussion about this post